June 01, 2014

Independensi yang saling mengisi

Dalam kategori ini coba kita telaah apakah memang ada kemandirian yang saling mengisi atau menutupi.

Seperti layaknya permainan sepakbola, masing masing pemain memiliki kemampuan yang tidak sama. Ada yang memiliki skill kaki kanan ada yang menguasai dribbling dengan baiknya ada pula yang hanya mampu passing akurat dan ada pula yang memiliki skill Canon Ball.

Dapat dibayangkan bila semua pemain memiliki skill sama, maka akan terasa monoton permainan karena tidak memiliki variasi serangan dan variasi bertahan. oleh karenanya variasi serangan dan variasi bertahan adalah upaya untuk mendapatkan hasil optimal.

Lalu bagaimana dengan kehidupan kita.
Dalam keseharian hidup kitapun keaneka ragaman antara pasangan merupakan harmoniassi kehidupan. Bila sifat suami keras, maka sebaiknya istrinya lemah lembut. (for example: Suami capek pulang kantor dengan penuh kepenatan akibat kerjaan, maka istri menghidangkan air putih sebagai tanda untuk menenangkan suami).

Dalam acara runtutan perkawinan di daerah yang masih mengutamakan tradisi tinggi, ada diantaranya acara cuci kaki, dan itu bermakna menghormati suami. serta ada memasukan dupa yang panas kedalam air itupun symbol sebagai kemampuan meredam gejolak suami.

Bagaimana dengan kehidupan mereka yang berpacaran.
Dalam berpacaran belum ada dan belum kentara siapa yang dominan keras dan siapa yang dominan lembut. Tapi bila sudah lama sekali mereka berpacaran, sedikit banyak akan sudah ada saling pengertian diantara keduanya. Bilapun sempat berpisah selama puluhan tahun akan pula terbentuk saling pengertian yang sangat mendalam untuk saling menghormati, menghormati ruang gerak masing masing menghormati keluarganya. saling mengingatkan sebagai tatanan kepercayaan yang  tinggi diantara mereka.

Kecocokan diantara keduanya merupakan harmonisasi sikap mereka dan menghormati indepensi masing, adalah tata cara saling mencintai dan saling menyayangi. Mudah-mudahan mereka bahagia.

Akhirul kalam ini adalah sebuah artikel sederhana tapi cukup menjadi pemikiran

No comments: